Selasa, 18 September 2012

Menghitung Sukacita


“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan : Bersukacitalah!” (Fil 4 : 4)

Betapa sering kita berandai-andai: “O, alangkah bahagia dan sukacitanya, jika saya...”. Anda bisa mengisi titik-titik tersebut dengan apa saja, misal: punya banyak uang, punya rumah bagus, masuk sekolah yang bagus, punya hp bgus,dsb. Tidak habis-habisnya daftar pengandaian kita. Seandainya pun kemudian ada di antaranya yang dapat kita miliki, kita bersukacita sebentar, setelah itu mulai beranda-andai lagi. Sukacita seperti itu sangat tergantung dengan sesuatu yang fana. Saudara saudari, Tuhan menjanjikan sukacita yang abadi. Apa alasan sukacita kita??
Pertama, besukacitalah karena nama kita tercatat di surga (Luk 10:20). “Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga”. Saudara-saudari, sering tanpa sadar kita bersukacita dan menyombongkan diri ketika kita merasa diri lebih rohani, lebih baik, lebih pandai, lebih kaya, dll dari pada lainnya. Diam-diam kita bersukacita ketika membandingkan kekayaan kita dengan yang lainnya. Atau bahkan, kita tanpa sadar berkata: “O, untung bukan rumah saya yang terbakar!” atau “O, untung bukan saya yang di marahi!”, dsb. Hari ini mari kita bersama-sama berubah. Sukacita kita seharusnya bukan di atas penderitaan orang lain tapi karena penderitaan/pengorbanan Yesus Kristus bgi kita di kayu salib, kita beroleh keselamatan dan nama kita tertulis di surga.
Kedua, bersukacitalah karena nama Kristus, orang membeci kamu (Luk 6:22-23).”Berbahagialah kamu,jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi”. Dalam hidup ini kita tidak dapat memastikan bahwa semua orang menyukai kita. Ada yang mengasihi, ada yang membenci. Jika mereka membenci karena kelakuan kita yang negatif dan tidak membangun, kita harus bertobat dan berubah. Tapi, jika mereka membenci kita karena kita mengasihi Yesus, bersukacitalah. Yesus sendiri dibenci, bahkan dianiaya oleh orang-orang sebangsanya, bahkan oleh imam-imam kepala dan ahli taurat.
Saudara-saudari, kita berada di lingkungan masyarakat yang belum mengenal Tuhan. Mereka bisa saja membenci kita karena berbeda keyakinan dan kita tidak mau diajak berkompromi untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kita harus tetap mengampuni dan tidak boleh balas membenci. Apapun yang terjadi, kita harus berusaha dengan pertolongan dan hikmat Roh Ruan, untuk dapat bertutur dan bersikap baik. Sebab (Roma 12:17,21).
Ketiga, bersukacitalah karena Tuhan dan di dalam Tuhan, bukan karena berkat-berkat Tuhan (Maz 37:4). “dan bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu”. Pemazmur Daud bukan hanya mengajarkan, tapi juga melakukan dalam kehidupannya. Ia tidak marah ketika orang, bahkan anaknya sendirin berbuat jahat kepadanya. Sukacitanya diarahkan kepada Tuhan dan hanya karena Tuhan saja. Tidak heran, Tuhan menyebutnya sebagai “sebagai seorang yg berkenan di hati-Ku dan melakukan segala kehendak-Ku” (Kis 13:22).
Contoh orang yang bersukacita karena Tuhan adalah Paulus (Fil 1:13). Disitu dikatakan Paulus dipenjarakan bukan karena melakukan kejahatan tetapi karena memberitakan injil. Namun demikian, di tengah penderitaan karena nama Yesus, ia tetap berdoa bagi jemaat dengan sukacita. Penjara dapat menghalangi kebebasannya secara fisik, tapi tidak menghambat kemerdekaan dalam jiwa dan rohnya, sukacitanya meluap. Paulus tidak mengeluh atau minta dikasihani, tetapi sebaliknya mendorong jemaat untuk tetap bersukacita didalam Tuhan.

Saudara saudari, sukacita karena berkat-berkat Tuhan cepat berlalu, tapi jika sukacita kita karena Tuhan dan didalam Tuhan, maka sukacita kita tidak dapat dihancurkan oleh apapun. Mari kita buka Habakuk 3:17-18. Disini kita dapat mencontoh Habakuk. Habakuk tetap bersukacita, bahkan bersorak-sorak di dalam Tuhan di tengah keadaan krisis ekonomi. Tuhan, sumber sukacita kita sanggup memberikan jalan keluar tepat pada waktunya. Saudara-saudari, hanya Yesus yang dapat menghapus air mata kesedihan kita menjadi mata air sukacita yang melimpah di hati kita. oleh sebab itu tetaplah bersukacita.
Renungan harian Ponorogo Youth Network
Sumber : Renungan Harian Wanita Tahun 2006. 

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar